Friday, May 25, 2012
Prosedur Pengukuran Tingkat Kebisingan
Do you like this story?
Suara atau bunyi memiliki intensitas yang berbeda, contohnya jika kita berteriak suara kita lebih kuat daripada berbisik, sehingga teriakan itu memiliki energi lebih besar untuk mencapai jarak yang lebih jauh. Unit untuk mengukur intensitas bunyi adalah desibel (dB). Skala desibel merupakan skala yang bersifat logaritmik. Penambahan tingkat desibel berarti kenaikan tingkat kebisingan yang cukup besar. Contoh, jika bunyi bertambah 3 dB, volume suara sebenarnya meningkat 2 kali lipat.
Kebisingan bisa menggangu karena frekuensi dan volumenya. Sebagai contoh, suara berfrekuensi tinggi lebih menggangu dari suara berfrekuensi rendah. Untuk menentukan tingkat bahaya dari kebisingan, maka perlu dilakukan monitoring dengan bantuan alat:
- Noise Level Meter dan Noise Analyzer (untuk mengidentifikasi paparan)
- Peralatan audiometric, untuk mengetes secara periodik selama paparan dan untuk menganalisis dampak paparan pada pekerja.
Sound Level Meter (SLM)
Adalah instrumen dasar yang digunakan dalam pengukuran kebisingan. SLM terdiri atas mikropon dan sebuah sirkuit elektronik termasuk attenuator, 3 jaringan perespon frekuensi, skala indikator dan amplifier. Tiga jaringan tersebut distandarisasi sesuai standar SLM. Tujuannya adalah untuk memberikan pendekatan yang terbaik dalam pengukuran tingkat kebisingan total. Respon manusia terhadap suara bermacam-macam sesuai dengan frekuensi dan intensitasnya. Telinga kurang sensitif terhadap frekuensi lemah maupun tinggi pada intensitas yang rendah. Pada tingkat kebisingan yang tinggi, ada perbedaan respon manusia terhadap berbagai frekuensi. Tiga pembobotan tersebut berfungsi untuk mengkompensasi perbedaan respon manusia.
Octave Band Analyzer (OBA)
Saat bunyi yang diukur bersifat komplek, terdiri atas tone yang berbeda-beda, oktaf yang berbeda-beda, maka nilai yang dihasilkan di SLM tetap berupa nilai tunggal. Hal ini tentu saja tidak representatif. Untuk kondisi pengukuran yang rumit berdasarkan frekuensi, maka alat yang digunakan adalah OBA. Pengukuran dapat dilakukan dalam satu oktaf dengan satu OBA. Untuk pengukuran lebih dari satu oktaf, dapat digunakan OBA dengan tipe lain. Oktaf standar yang ada adalah 37,5 – 75, 75-150, 300-600,600-1200, 1200-2400, 2400-4800, dan 4800-9600 Hz.
Standar Tingkat Kebisingan di Indonesia
Setelah pengukuran kebisingan dilakukan, maka perlu dianalisis apakah kebisingan tersebut dapat diterima oleh telinga. Berikut ini standar atau kriteria kebisingan yang ditetapkan oleh berbagai pihak.
- Keputusan Menteri Negara Tenaga Kerja No.KEP-51/MEN/1999 tentang nilai ambang batas kebisingan. lihat Tabel 2.3 untuk lebih jelas.
- Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi No.SE 01/MEN/1978
- Nilai Ambang Kebisingan menggunakan acuan Keputusan Menteri tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999
- Standard Kebisingan Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.718/Men/Kes/Per/XI/1987, tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan
Pembagian Zona Bising Oleh Menteri Kesehatan
- Zona A = tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan dsb;
- Zona B = perumahan, tempat pendidikan, rekreasi, dan sejenisnya;
- Zona C = perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dan sejenisnya;
- Zona D = industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bis, dan sejenisnya.
Sedangkan Kriteria Kebisingan menurut Formula ACGIH dan NIOSH. Formula ini, dengan menggunakan rumus tertentu, dipakai untuk menghitung waktu maksimum yang diperkenankan bagi seorang pekerja untuk berada dalam tempat kerja dengan tingkat kebisingan tidak aman.
Artikel Terkait
This post was written by: Public Health Portal
Public Health Portal as a Public Health Forum. Follow its on Twitter