Sunday, July 29, 2012

Waterborne Disease

Penyakit yang Ditularkan Melalui Media Air

Infeksi Virus Polio,Rotavirus, Leptospira, Clostridium botulinum Staphylococcus, Shigella, Salmonellosis, Escherichia coli, Entamoeba Histolytica, Giardia Lambia merupakan beberapa jenis parasit dan penyakit yang termasuk dalam waterborne disease. Sebagai petugas kesehatan masyarakat, dengan berbagai latar belakang spesifikasi keilmuan, seperti kesehatan lingkunngan, nutrisionis, perawat, dokter, epidemiolog, dan lain sebagainya, tentu sangat paham istilah water borne diseasi. Pengertian waterborn disease, pada dasarnya merupakan istilah penyakit yang disebabkan oleh air minum yang terkontaminasi mikrorganisme pathogen. Dengan pengertian lain, misalnya, jika air yang terkontaminasi digunakan untuk menyiapkan makanan, maka akan dapat menyebabkan foodborne disease.

Beberapa bahan kontaminan yang dimungkinkan dapat menjadi penyebab antara lain kontaminan dalam air yang berasal dari urine atau faeces manusia atau binatang. Berdasarkan kondisi ini, dapat diasumsikan bahwa waterborne disease pada umumnya terjadi jika pemenuhan kebutuhan air minum masyarakat tercukupi dari sumber air permukaan, seperti air hujan, sungai, atau air danau.

Untuk kepentingan pencegahan, beberapa upaya dapat dilakukan antara lain :
  • Penggunaan air minum yang bersih dan aman, antara lain misalnya dengan selalu memasak air untuk keperluan konsumsi sehari-hari. Disamping itu, upaya yang dapat dilakukan untuk memperoleh air minum yang bersih dan aman dilakukan dengan teknik pengolahan menggunakan chlorine, ozone, atau radiasi sinar ultra violet.
  • Pembuangan faeces yang aman, dengan berperilaku hanya buang air besar pada jamban sehat
Berdasarkan kandungan bahan pencemar, penyebab  food dan waterborne diseases dapat berupa parasit, bakteri, virus, maupun toksin. Penjelasan masing-masing penyebab ini sebagai berikut :

Penyebab Waterborne Disease karena Parasit
Parasit penyebab waterborne disease antara lain:
  • Entamoeba histolytica
  • Giardia lambia
  • Schistosoma
  • Taenia
  • Ascaris lumbricoides
  • Enterobius vermicularis
Penyebab Waterborne Disease karena Bakteri
Bakteri  penyebab water atau foodborn disease antara lain:
  • Chlostridium botulinum
  • Campylobacter jejuni
  • Vibrio cholerae
  • Vibrio parahaemolyticus
  • Escherichia coli
  • Shigella dysenteriae
  • Salmonella typhi
Penyebab Waterborne Disease karena Virus
Jenis virus  penyebab water atau foodborn disease antara lain:
  • Rotavirus
  • Calicivirus
  • Enteric Adenovirus
  • Hepatitis A
  • Poliovirus
Penyebab Waterborne Disease karena Toksin
Jenis toksi penyebab water atau foodborn disease dapat berupa :
  • Toksin bahan kimia
  • Toksin yang dihasilkan mikroorganisme (bakteri, fungi)

Penyebab Waterborne Disease karena Parasit

A.    Giardia Lambia
Giardia lambia merupakan jenis protozoa yang ditemukan di duodenum dan jejenum manusia, sehingga menyebabkan giardiasis. Secara morfologi, giardia lambia terbagi menjadi fase tropozoit dan kista. Pada tropozoit, Giardia Lambia berbentuk seperti jantung, simetrik, tral dengan panjang 10-20 µm,     mempunyai 4     pasang flagela, 2 nukleus dengan prominan karyosome sentral dan 2 axostyle. Sedangkan dalam bentuk kista, yang berada dalam kolon, dapat ditemukan dalam tinja dalam jumlah banyak, mempunyai dinding tebal, dengan bentuk elips, panjang 8-14 µm, serta mempunyai 2 nukleus sebelum matur dan 4     nukleus pada kista yang matur.

B.    Entamoeba Histolytica
Entamoeba histolytica merupakan parasit yang dapat berada pada usus manusia dan usus hewan (dengan sebagian ada yang asimptomatik). Patogenesis entamoeba histolytica dimulai dengan tahap proses keberadaan     Kista yang masuk per oral, kemudian masuk usus duodenum sehingga terjadi amebulae. Kemudian kista ini  masing-masing menghasilkan 8 trophozoite. Sedangkan dampak yang terjadi dapat timbul penyakit (10% dari infeksi), ketika trophozoite menginfeksi epitel usus.

C.     Escherichia coli
Keberadaan escherichia coli dalam tubu, antra lain dapat menyebabkan penyakit diare, infeksi saluran kencing, meningitis, juga dapat menjadi penyebab terjadinya infeksi nosokomial di tempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit. Diare yang disebabkan e.coli antara lain jenis ETEC (Entero oxigenic E. coli) yang menyebabkan  “Treveller’s diarrhoea”, EPEC (Entero Pathogenic E. coli),     EIEC entero Invasive E. coli), EHEC (Entero Hemorrhagic E. coli), EAggEC (Entero Aggregative E. coli), serta EAEC (Entero Adherence E. coli) sebagai  penyebab “Treveller’s diarrhoea”. Sedangkan E. coli penyebab Infeksi saluran kencing (ISK), pada umumnya mempunyai karakteristik  antigen O bernomer rendah, mempunyai antigen K, serta  tipe pili tertentu.

D.    Salmonellosis
Salmonellosis dapat disebabkan oleh Salmonella typhi, Salmonella paratyphi, dan Salmonella choleraseuis. Reservoir salmonellosis antara lain unggas, binatang pengerat, ternak, binatang  piaraan, seperti  kura-kura atau burung beo. Sedangkan mekanisme infeksi melalui makanan dan minuman seperti telur, daging, susu, dan air. Terjadinya diare pada salmonellosis antara lain karena kemampuan invasi dan transitosis enterosit mengakibatkan meningkatkan permeabilitas vaskular dan respon inflamasi pada sel enterosit. Juga adanya enterotoksin tidak tahan panas yang dikenali oleh anti LT (E. coli) dan Koleragen (dari V. cholerae), tetapi tidak dikenal oleh reseptor GM1. Beberapa strain mampu menembus lebih dalam sehingga dapat masuk pembuluh darah.

E.    Shigella
Shigella pertama kali diisolasi  pada 1896 oleh Kivoshi Shiga. Beberapa spesies yang sering menimbulkan diare pada manusia, antara lain  S. dysenteriae, S. flexneri, S. sonnei, S. boidii.  Dosis infeksi shigella beraada pada range 103 sel bakteri, dengan masa inkubasi 1-2 hari.  Secara prinsip pathogenesis shigella dimulai ketika terjadi invasi epitel mukosa yang menghasilkan toksin sehingga menyebabkan nekrosa membran mukosa, ulserasi superfisial, serta     perdarahan, sehingga pada akhirnya menyebabkan terjadinya pseudomembran.

Gejala umum penyakit ini antara lain sakit perut mendadak, demam, diare berat yang disertai lendir dan darah. Diare ini berkurang dalam 2-5 hari. Sedangkan pengobatan dapat dilakukan melalui pemberian cairan (rehidrasi) dan pemberian antibiotika ampisilin, tetrasiklin,     siprofloksasin, kloramfenikol, trimetroprim-sulfametoksasol.

F.    Staphylococcus
Toksin dan enzim yang dihasilkan staphylococcus
Staphylococcus banyak menghasilkan enzim dan toksin yang berfungsi sebagai faktor virulensi, antara lain  Leukosidin yang pada  S. aureus mampu membunuh leukosit; Hialuronidase yang dapat  memecah asam hialuronat (komponen     jaringan ikat) sehingga menjadi faktor penyebaran; Stafilokinase yang dapat menyebabkan fibrinolisis, tetapi tidak sekuat streptokinase

G.    Clostridium botulinum
C. botulinum biasa  terdapat di tanah atau pada kotoran binatang. Spora C. botulinum sangat tahan panas (100oC, 3-5 jam), namun     tidak tahan pemanasan pada pH rendah atau pada konsentrasi     garam tinggi. Toksin C. botulinum dilepaskan pada waktu sel tumbuh atau lisis.  Sedangkan  toksin butulinum terdiri dari tipe A, B, E. Toksin ini menyebabkan botulisme dalam 8-48 jam dengan dengan gejala antara pusing, nausea, vomiting, sukar menelan atau bernafas. Diagnosa keberadaan C. botulinum dilakukan dengan deteksi toksin pada serum dan faeces.
   
H.    Leptospira
Keberadaan leptospira dapat dilakukan dengan sampel untuk isolasi yang berasal dari darah dengan heparin, cairan cerebrospinal, jaringan, atau dengan urine. Patogenesis leptospira, pada umumnya infeksi dapat terjadi melalui makanan atau air yang terkontaminasi, melalui membran mukosa, serta melalui kulit yang terluka. Sedangkan masa penyakit umumnya selama 1-2 minggu, dengan ditandai demam (bakteremia), masuk ke organ seperti liver dan ginjal, yang pada akhirnya menyebabkan perdarahan dan kerusakan pada jaringan.

I.    Rotavirus
Rotavirus merupakan penyebab diare pada manusia dan binatang, bahkan dapat menyebabkan terjadinya infeksi silang antar spesies. Patogenesis rotavirus antara lain melalui beberapa tahapan berikut :
•    Infeksi terjadi di usus kecil
•    Multiplikasi dalam sitoplasma enterosit
•    Sel rusak yang menyebabkan terjadinya pelepasan partikel virus (1010 partikle/ gram tinja)
•    Pemulihan kerusakan sel dalam 3-8 minggu
•    Terjadinya diare mungkin karena pengurangan absorbsi glukosa dan natrium

Gejala Klinis Rotavirus, antara lain ditandai dengan
•    Masa inkubasi 1-4 hari
•    Gejala: diare, demam, sakit pada abdomen, muntah à dehidrasi
•    Kasus sedang: gejala 4-5 hari à sembuh total
•    Diare berlangsung lebuh lama pada imunitas/ nutrisi rendah
•    Infeksi asimptomatik dapat terjadi (pada dewasa)

J.    Infeksi Virus Polio
Terjadinya replikasi awal virus polio pada usus melalui tahap : Virus masuk ke  dalam M cells, kemudian diteruskan ke Peyer’s Patches (merupakann akumulasi sel limfoid dibawah epitel spesifik , M cells), kemudian terjadi replikasi  sehingga virus masuk kedalam darah dan menyebar  sehingga terjadi CNS. Keberadaan virus ini dapat dicegah dengan vaksinasi menggunakan vaksin polio. Vaksin ini merupakan virus yang dilemahkan dan diberikan per oral. Vaksi polio distabilakan menggunakan MgCl2 1 mol / L, sehingga dapat tahan 1 tahun pada suhu 4oC atau beberapa minggu pada suhu 25oC. Kemungkinan terjadinya poliomyelitis pada anak yang divaksinasi sangat jarang  (1:2.000.000). Untuk efektifitas kerja vaksin terkait pencegahan penyakit polio ini, vaksinasi dengan vaksin trivalen polio diberikan masing-masing berurutan pada usia 2 bulan, 2  usia 4 bulan, usia 3  usia 6 bulan, usia 4 usia 1,5 tahun, yang kemudian diulang lagi pada usia sebelum masuk sekolah.

Artikel Terkait