Wednesday, October 17, 2012
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Do you like this story?
Indikator Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Pada tahun 2011 kemarin WHO menerbitkan manual Manajemen terpadu balita sakit "merawat anak-anak dan bayi baru lahir di masyarakat". Dalam preambule-nya dikatakan, manual ini dirancang untuk membantu pekerja awam kesehatan masyarakat menilai dan mengobati anak sakit (usia 2 - 59 bulan). Manual antara lain memuat topik terkait mengidentifikasi dan merujuk anak dengan tanda-tanda bahaya; memperlakukan (atau merujuk) pneumonia, diare dan demam; mengidentifikasi dan merujuk anak dengan gizi buruk ke fasilitas kesehatan; merujuk anak dengan masalah lain yang memerlukan perhatian medis, juga aspek terkait saran pada perawatan rumah untuk semua anak-anak sakit. Manual dapat rekan-rekan DOWNLOAD DISINI.
Kembali pada topik MTBS, kita kembali menengok beberapa latar belakang lahirnya strategi MTBS ini. Berdasarkan beberapa hasil penelitian, disebutkan bahwa di negara berkembang setiap tahun terjadi 12 juta kematian anak bawah lima tahun. Dan hampir 70 % penyebab kematian tersebut disebabkan oleh lima penyakit yaitu pneumonia, diare, malaria, campak, dan masalah gizi buruk.
Untuk menurunkan angka kematian bayi WHO membuat strategi Integrated Management of Childhood Illness (IMCI). Metode ini pada tahun 1997 mulai dikembangkan di Indonesia dengan nama Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), sebuah program yang bersifat menyeluruh dalam menangani balita sakit yang datang ke pelayanan kesehatan dasar. Strategi ini memadukan pelayanan terhadap balita sakit dengan cara memadukan intervensi yang terpisah menjadi satu paket tunggal (Integrated Management of Childhood Illness). Pada dasarnnya metode ini merupakan sebuah strategi menurunkan kematian melalui tiga komponen utama, yaitu dengan meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan, meningkatkan dukungan sistem kesehatan, dan meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat.
Sebagaimana diketahui, sebelum adanya strategi ini, pendekatan program perawatan balita sakit menggunakan pendekatan program intervensi secara terpisah untuk masing-masing penyakit. Pendekatan ini akan menimbulkan masalah, misalnya kehilangan peluang dan putus pengobatan pada pasien yang menderita penyakit lain selain penyakit yang dikeluhkan dengan gejala yang sama atau hampir sama.
Pendapat lain mengemukakan bahwa pada dasarnya MTBS merupakan paket komprehensif yang meliputi aspek preventif, promotif, kuratif maupun rehabilitative. Metode MTBS ini dalam menangani balita sakit menggunakan suatu algoritme, sehingga dapat mengklasifikasi penyakit secara tepat, jika diperlukan dapat melakukan rujukan secara cepat, melakukan penilaian status gizi dan memberikan imunisasi kepada balita yang membutuhkan. Selain itu, bagi ibu balita juga diberikan memberikan konseling mengenai tata cara memberikan obat kepada balitanya di rumah, pemberian nasehat mengenai makanan yang seharusnya diberikan kepada balita tersebut dan memberi tahu kapan harus kembali ataupun kembali segera untuk mendapat pelayanan tindak lanjut.
Standard Prosedur MTBS |
Menurut Depkes (2000), manajemen Terpadu Balita Sakit adalah manajemen untuk menangani balita sakit yang bersifat terpadu yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. Terpadu berarti mencari dan mengobati dengan dipandu buku bagan MTBS untuk beberapa penyakit yang menyebabkan kematian bayi dan balita seperti pneumonia, diare, malaria, campak, gizi buruk dan masalah lainnya ke dalam satu episode pemeriksaan. Dimulai dari penilaian berupa pemeriksaan gejala dan tanda-tanda yang muncul, pembuatan klasifikasi, pemberian tindakan dan kemudian diakhiri dengan melakukan konseling. Pemberian intervensi pun terpadu pula dengan melibatkan tiga komponen utama yaitu pengobatan (kuratif), pencegahan (preventif) serta promosi (promotif). Keterlibatan beberapa program inilah yang membedakan dengan strategi yang lain yang bersifat terkotak-kotak secara vertikal seperti manajemen ISPA, program pemberantasan malaria, program pemberantasan diare, penanganan gizi buruk dan lain sebagainya
Menurut WHO-UNICEF (2003), Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) sebagai strategi yang penting untuk memperbaiki kesehatan anak. MTBS ini memusatkan pada penanganan anak bawah lima tahun (balita), tidak hanya mengenai status kesehatannya namun juga penyakit-penyakit yang menyerang mereka. Fokusnya memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan pada fasilitas tingkat pelayanan dasar (balai pengobatan dan pelayanan rawat jalan) dengan menggunakan standar serta pendekatan yang terintegrasi untuk pelayanan kesehatan.
Menurut WHO (1998), ide keterpaduan ini didasari pada kenyataan di lapangan bahwa sebagian besar balita sakit yang datang seringkali menunjuk gejala klinis yang saling tumpang tindih dan bahkan tidak spesifik sehingg menimbulkan kesulitan dalam menegakkan diagnosis tunggal dan atau melakukan pendekatan penyakit secara spesifik sehingga berdampak pada membengkaknya biaya pengobatan.
Pengertian terpadu dalam MTBS merujuk pada sejumlah strategi tertentu yang ditambahkan dalam pendekatan manajemen, bertujuan agar Balita mendapatkan pelayanan menyeluruh baik itu di rumah maupun di fasilitas kesehatan. MTBS dikatakan terpadu sebab memadukan bersama-sama pelayanan promosi, pencegahan, serta pengobatan dalam satu strategi, yang dikelola dan dikoordinir oleh tim yang melibatkan manajer dan para petugas yang mempunyai keahlian yang beragam. Penerapan MTBS menggunakan manajemen kasus untuk menangani masalah-masalah kesehatan masyarakat yang utama melalui standarisasi dan pendekatan terpadu didasarkan pada buku bagan yang diberikan pada paket pelatihan MTBS
Strategi yang digunakan dalam pendekatan MTBS adalah menggabungkan perbaikan tatalaksana balita sakit dengan aspek nutrisi, imunisasi dan hal lain yang berpengaruh pada kesehatan anak, termasuk kesehatan ibu.
Beberapa kendala dijumpai pada penerapan MTBS, seperti waktu pelayanan yang relatif lebih lama, masyarakat cenderung malas untuk melakukan kunjungan ulang. Sebagaimana kita ketahui kunjungan ulang seharusnya dilakukan dua hari setelah pemberian antibiotika, untuk keperluan penilaian efek antibiotika yang diberikan.
Indikator MTBS
Menurut WHO dan UNICEF (1999), terdapat beberapa indikator pelaksanaan MTBS, antara lain indikator ketrampilan petugas, dukungan manajemen, dan indikator tingkat kepuasan pengantar terhadap pelayanan yang diberikan.
Pada iIndikator ketrampilan petugas, terdiri dari kemampuan untuk menilai empat tanda bahaya, pemeriksaan batuk, diare, dan demam, pemeriksaan berat badan dibandingkan dengan KMS, pemeriksaaan status imunisasi, menanyakan kepada pengantar terkait pemberian ASI dan makanan tambahan, memberikan terapi yang benar. Jugaparameter konseling yang meliputi penentuan waktu merujuk, pemberian terapi antibiotika oral yang diresepkan secara benar, pemberian nasehat untuk memberi cairan tambahan dan meneruskan memberi makan, pemberian imunisasi yang dibutuhkan sebelum meninggalkan tempat pelayanan, dan pemberian pemahaman kepada pengantar tentang cara memberikan obat kepada anak sesuai petunjuk yang diberikan petugas.
Pada indikator adanya dukungan sistem kesehatan antara lain meliputi aspek supervisi dan observasi penanganan kasus dalam enam bulan terakhir, aspek ketersediaan obat-obatan dan alat kesehatan meliputi ketersediaan obat-obatan esensial, kecukupan obat injeksi dalam pertolongan sebelum dirujuk, kecukupan peralatan dan jenis vaksin yang dibutuhkan, serta aspek cakupan pelatihan MTBS.
Pada indikator kepuasan ibu balita atau pendampingnya, meliputi indikator gizi terkait pemberian ASI eksklusif, pemberian makanan tambahan, aspek pemberian imunisasi campak. Sementara untuk perawatan di rumah pada anak yang sakit mendapatkan cairan yang lebih banyak dan melanjutkan pemberian makanan. Juga memastikan bahwa pembawa balita sakit harus mengetahui, minimal dua tanda kapan harus kembali segera membawa anaknya ke pelayanan kesehatan.
Referensi:
• Depkes RI. (2000) Pedoman Manajemen Terpadu Balita Sakit.
• WHO, (1998). Integrated Management of the Childhood Illness, UNICEF.
• WHO. (2003) Component of IMCI, Toward Better Child Health And Development,
Artikel Terkait
This post was written by: Public Health Portal
Public Health Portal as a Public Health Forum. Follow its on Twitter