Monday, November 5, 2012

Surveilans Epidemiologi Gizi Buruk

Pengertian dan Dasar Pelaksanaan Surveilans Gizi Buruk


Berbagai penelitian menunjukkn dampak serius masalah gizi buruk terhadap kesehatan, bahkan terhadap kelangsungan hidup suatu bangsa. Dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak antara lain anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara serta gangguan perkembangan lain. Sementara dampak jangka panjang berupa penurunan skor intelligence quotient (IQ), penurunan perkembangan kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri serta akan menyebabkan merosotnya prestasi di sekolah.

Kurang gizi juga berpotensi menjadi penyebab kemiskinan melalui rendahnya kualitas sumber daya manusia dan produktivitas. Gizi buruk yang tidak dikelola dengan baik, pada fase akutnya akan mengancam jiwa dan pada jangka panjang akan menjadi ancaman hilangnya sebuah generasi penerus bangsa.

Mengingat dampak yang sedemikain serius tersebut, sudah seyogyanya seluruh potensi dan komponen dikerahkan untuk mencegah dan menangulangi masalah gizi buruk ini. Tindakan penting terkait usaha pencegahan antara lain dengan melakukan kegiatan surveilans epidemiologi masalah gizi ini.

Banyak pengertian surveilans yang sudah umum dikenal selama ini. Antara lain menurut WHO, surveilans merupakan proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistemik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. Berdasarkan definisi diatas dapat diketahui bahwa surveilans adalah suatu kegiatan pengamatan penyakit yang dilakukan secara terus menerus dan sistematis terhadap kejadian dan distribusi penyakit serta faktor-faktor yang mempengaruhi nya pada masyarakat sehingga dapat dilakukan penanggulangan untuk dapat mengambil tindakan efektif.

Menurut Timmreck (2005), surveilans kesehatan  masyaraka adalah proses pengumpulan data kesehatan yang mencakup tidak saja pengumpulan informasi secara sistematik, tetapi juga melibatkan analisis, interpretasi, penyebaran, dan penggunaan informasi kesehatan. Hasil surveilans dan pengumpulan serta analisis data digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang status kesehatan populasi guna merencanakan, menerapkan, mendeskripsikan, dan mengevaluasi program kesehatan masyarakat untuk mengendalikan dan mencegah kejadian yang merugikan kesehatan. Dengan demikian, agar data dapat berguna, data harus akurat, tepat waktu, dan tersedia dalam bentuk yang dapat digunakan.

Surveilans Gizi Buruk

Terdapat beberapa aktivitas inti surveilans kesehatan masyarakat tersebut. Kegiatan surveilans kesehatan masyarakat antara lain :
  1. Pendeteksian kasus (case detection): proses mengidentifikasi peristiwa atau keadaan kesehatan. Unit sumber data menyediakan data yang diperl ukan dalam penyelenggaraan surveilans epidemiologi seperti rumah sakit, puskesmas, laboratorium, unit penelitian, unit program-sektor dan unit statistik.
  2. Pencatatan kasus (registration): proses pencatatan kasus hasil identifikasi peristiwa atau keadaan kesehatan.
  3. Konfirmasi (confirmation): evaluasi dari ukuran-ukuran
  4. epidemiologi sampai pada hasil percobaan laboratorium.
  5. Pelaporan (reporting): data, informasi dan rekomendasi sebagai hasil kegiatan surveilans epidemiologi disampaikan kepada pihak-pihak yang dapat melakukan tindakan penanggulangan penyakit atau upaya peningkatan program kesehatan, pusat penelitian dan pusat kajian serta pertukaran data dalam jejaring surveilans epidemiologi. Pengumpulan data kasus pasien dari tingkat yang lebih rendah dilaporkan kepada fasilitas kesehatan yang lebih tinggi seperti lingkup daerah atau nasional.
  6. Analisis data (data analysis): analisis terhadap data-data dan angka-angka dan menentukan i ndikator terhadap ti ndakan.
  7. Respon segera dan kesiapsiagaan wabah (epidemic preparedness) kesiapsiagaan dalam menghadapi wabah/kejadian luar biasa.
  8. Respon terencana (response and control): sistem pengawasan kesehatan masyarakat hanya dapat digunakan jika data yang ada bisa digunakan dalam peringatan dini dan munculnya masalah dalam kesehatan masyarakat.
  9. Umpan balik (feedback) yang berfungsi penting dari semua sistem pengawasan, alur pesan dan informasi kembali ke tingkat yang lebih rendah dari tingkat yang lebih tinggi.
Secara umum tujuan surveilans adalah untuk pencegahan dan pengendalian penyakit dalam masyarakat, sebagai upaya deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya kejadian luar biasa (KLB), memperoleh informasi yang diperlukan bagi perencanaan dalam hal pencegahan, penanggulangan maupun pemberantasannya pada berbagai tingkat administrasi

Sedangkan komponen-komponen kegiatan surveilans antara lain:
  1. Pengumpulan data, data yang dikumpulkan adalah data epidemiologi yang jelas, tepat dan ada hubungannya dengan penyakit yang bersangkutan. Tujuan dari pengumpulan data epidemiologi adalah: untuk menentukan kelompok populasi yang mempunyai resiko terbesar terhadap serangan penyakit; untuk menentukan reservoir dari infeksi; untuk menentukan jenis dari penyebab penyakit dan karakteristiknya; untuk memastikan keadaan yang dapat menyebabkan berlangsungnya transmisi penyakit; untuk mencatat penyakit secara keseluruhan; untuk memastikan sifat dasar suatu wabah, sumbernya, cara penularannya dan seberapa jauh penyebarannya.
  2. Kompilasi, analisis dan interpretasi data. Data yang terkumpul selanjutnya dikompilasi, dianalisis berdasarkan orang, tempat dan waktu. Analisa dapat berupa teks tabel, grafik dan spot map sehingga mudah dibaca dan merupakan informasi yang akurat. Dari hasil analisis dan interpretasi selanjutnya dibuat saran bagaimana menentukan tindakan dalam menghadapi masalah yang baru.
  3. Penyebaran hasil analisis dan hasil interpretasi data. Hasil analisis dan interpretasi data digunakan untuk unit-unit kesehatan setempat guna menentukan tindak lanjut dan disebarluaskan ke unit terkait antara lain berupa laporan kepada atasan atau kepada lintas sektor yang terkait sebagai informasi lebih lanjut.
Sementara terkait dengan masalah gizi masyarakat, di Indonesia, beberapa dasar hukum dan pedoman pelaksanaan surveilans gizi buruk antara lain :
  1. Surat Menteri Kesehatan Nomor: 1209, tanggal 19 Oktober 1998 yang menginstruksikan agar memperlakukan kasus gizi buruk sebagai sebuah Kejadian Luar Biasa (KLB).
  2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 1116/MENKES/SK/VI II/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi Kesehatan
Pada Kepmenkes diatas, salah satu sasaran surveilans epidemilogi kesehatan adalah pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Gizi (SKG) dan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa (SKD KLB) gizi buruk. Sedangkan berdasarkan Surveilans gizi adalah pengamatan yang dilakukan terhadap anak balita dalam rangka mencegah terjadinya kasus gizi buruk.

Sedangkan menurut WHO, praktek survailans gizi dilakukan dengan  melakukan pengamatan keadaan gizi, dalam rangka untuk membuat keputusan yang berdampak pada perbaikan gizi penduduk dengan menyediakan informasi yang terus menerus tentang keadaan gizi penduduk, berdasarkan pengumpulan data langsung sesuai sumber yang ada, termasuk data hasil survei dan data yang sudah ada.

Terdapat tiga jenis utama sistem surveilans gizi menurut Mason et al (1984), yaitu:
  1. Pemantauan gizi jangka panjang sebagai masukan untuk perencanaan nasional, untuk menganalisis dampak kebijakan dan untuk memprediksi kecenderungan masa depan
  2. Evaluasi dampak program gizi dan proyek-proyek tertentu yaitu informasi yang dirancang untuk memungkinkan tanggapan langsung melalui program atau proyek modifikasi
  3. Peringatan dini atau sistem peringatan tepat waktu untuk mengidentifikasi kekurangan pangan akut, untuk mendapatkan tanggapan jangka pendek.
Sistem Surveilans gizi adalah mengumpulkan data dasar program yang difokuskan pada masalah gizi bayi, anak-anak, dan wanita hamil. Sistem surveilans gizi berfungsi untuk menyediakan data lokal spesifik yang berguna untuk pengelolaan program gizi kesehatan masyarakat. Sistem ini memberikan informasi yang sangat berguna, tetapi juga ada tantangan metodologis yang berkaitan dengan keterwakilan, pengawasan mutu, dan indikator sensitivitas atau spesifisitas.

Sementara menurut WHO menggambarkan sistem surveilans gizi sebagai proses yang berkesinambungan memiliki lima tujuan khusus, antara lain :
  1. Menggambarkan status gizi penduduk, dengan referensi khusus bagi mereka yang menghadapi risiko
  2. Menganalisis faktor-faktor penyebab yang terkait dengan gizi buruk
  3. Mempromosikan keputusan oleh pemerintah, baik mengenai perkembangan normal dan keadaan darurat
  4. Memprediksi kemungkinan masalah gizi sehingga dapat membantu dalam perumusan kebijakan
  5. Memantau dan mengevaluasi program gizi.
Ruang lingkup dan tujuan sistem surveilans gizi di Indonesia menurut Soekirman & Karyadi (1995), antara sebagai berikut:
  1. Sistem yang berfungsi sebagai peringatan dan intervensi tepat waktu.
  2. Sistem untuk menghubungkan masalah daerah rawan (kabupaten, kecamatan, desa) dengan otoritas yang lebih tinggi pada tingkat propinsi dan tingkat pusat.
  3. Memberikan indikator yang berfungsi sebagai mekanisme deteksi dini untuk krisis pangan
  4. Membimbing tindakan cepat untuk mengatasi penurunan ketersediaan pangan dan konsumsi, khususnya di kalangan rumah tangga miskin

Referensi, antara lain :
  • Soekirman & Karyadi, D. (1995). Nutrition surveillance: A planners' perspective. Food and Nutrition Bulletin. United Nations University. Tokyo
  • Mason, et al. (1984). Nutritional Surveillance. WHO 
  • Timmreck, C.T. (2005). Epidemiologi: Suatu Pengantar,. EGC.

Artikel Terkait