Wednesday, September 26, 2012
Penyebab Kerusakan Vaksin
Do you like this story?
Penyimpanan dan Penyebab Kerusakan Vaksin
Jenis penyakit menular yang saat ini menjadi program imunisasi adalah TBC, difteri, pertusis, polio, campak, tetanus dan hepatitis B. Secara umum tujuan program imunisasi adalah menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian PD3I, sedangkan tujuan khususnya antara lain tercapainya Universal Child Immunization yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata di 100% desa/kelurahan pada tahun 2010, tercapainya eliminasi tetanus maternal dan neonatus (insiden bawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2008, Eradikasi polio pada tahun 2008, serta tercapainya reduksi campak pada tahun 2006.
Menurut Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi, Depkes RI, 2005, sebagai salah satu upaya preventif untuk mencegah penyakit melalui pemberian kekebalan tubuh, kegiatan imunisasi dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh dan sesuai standar sehingga mampu memberikan perlindungan kesehatan dan memutus mata rantai penularan.
Sebagai produk biologis, vaksin memiliki karakteristik tertentu dan memerlukan penanganan yang khusus sejak diproduksi di pabrik hingga dipakai di unit pelayanan. Vaksin, sebagai media utama kegiatan imunisasi, merupakan sediaan biologis yang rentan terhadap perubahan temperatur lingkungan, sehingga penyimpanan vaksin membutuhkan perhatian khusus. Pada setiap tahapan rantai dingin maka transportasi vaksin dilakukan pada temperature 0oC sampai 8°C. Vaksin polio boleh mencair dan membeku tanpa membahayakan potensi vaksin. Sedangkan vaksin DPT, DT, dT, hepatitis-B dan Hib akan rusak bila membeku pada temperature 0° (vaksin hepatitis-B akan membeku sekitar -0,5°C).
Mungkin masih banyak petugas kesehatan yang beranggapan asal didalam pendingin maka vaksin sudah aman. bahkan mungkin masih banyak yang terjebak pada pemahaman, misalnya makin dingin tempat penyimpanan vaksin makin baik bagi vaksin. Mungkin tulisan berikut dapat kembali mengingatkan kita, misalnya Semua vaksin akan rusak bila terpapar panas atau sinar matahari langsung. Beberapa vaksin tidak tahan terhadap pembekuan, bahkan dapat rusak secara permanen.
Terkait dengan prosedur penyimpanan, Vaksin yang disimpan dan diangkut secara tidak benar akan kehilangan potensinya. Instruksi pada lembar penyuluhan (brosur) informasi produk harus disertakan. Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, bahwa vaksin harus didinginkan pada temperature 2-8° C dan tidak membeku. Sejumlah vaksin (DPT, Hib, Hepatitis B dan Hepatitis A) akan tidak aktif bila beku.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan vaksin : 1) Lemari pendingin untuk penyimpanan vaksin yang aman. 2) Thermometer ruangan di bagian tengah lemari pendingin harus ada, temperature dicek, dan dicatat secara teratur setiap hari. 3) Lemari pendingin harus ditutup rapat, tidak boleh ada kebocoran pada sekat pintu. 4) Lemari pendingin tidak boleh dipakai untuk menyimpan makanan atau minuman. 5) Lemari pendingin boleh dibuka seminimal mungkin. 6) Letakkan vaksin di rak bagian atas atau tengah, jangan di rak bagian bawah atau di daun pintu karena perubahan temperature terlalu besar apabila pintu dibuka-tutup terlalu sering (>10°C). 7) Jangan memenuhi lemari pendingin dengan vaksin secara berlebihan karena akan mengganggu sirkulasi udara dingin dalam lemari pendingin.
Beberapa faktor, dapat menjadi penyebab timbulnya kerusakan vaksin, seperti penyimpanan pada suhu yang tidak sesuai, adanya perubahan fisik vaksin, serta pengaruh sinar matahari.
Faktor Suhu: Pada prinsipnya masing-masing vaksin mempunyai kepekaan yang berbeda terhadap suhu yang tidak tepat. Paparan suhu yang tidak tepat menyebabkan umur penggunaan vaksin berkurang. Sebagai contoh vaksin Hepatitis B-PID dan vaksin DPT-HB pada suhu 0,5o C, dapat bertahan selama maksimal 30 menit.
Perubahan Fisik: Pada beberapa vaksin apabila rusak akan terlihat perubahan fisik. Pada vaksin DPT misalnya akan terlihat gumpalan antigen yang tidak bisa larut lagi walaupun dikocok sekuat-kuatnya. Vaksin lain tidak akan berubah penampilan fisik walaupun potensinya sudah hilang / berkurang. Vaksin yang sudah dilarutkan lebih cepat rusak. Dengan demikian kita harus yakin betul bahwa cara penyimpanan yang kita lakukan sudah benar dan menjamin potensi vaksin tidak akan berubah.
Sinar matahari dan sinar ultraviolet.: Semua vaksin akan rusak jika terkena sinar matahari langsung serta sinar ultra violet. Vaksin yang tidak habis pada pelayanan statis, seperti di Puskesmas, rumah sakit, atau pada praktek swasta, dapat dipergunakan lagi pada pelayanan hari berikutnya, dengan beberapa syarat, antara lain vaksin belum kadaluarsa, vaksin disimpan dalam suhu 2 o C - 8o C, tidak pernah terendam air, sterilitasnya terjaga, serta VVM masih dalam kondisi A atau B.
Vaccine Vial Monitor (VVM) merupakan indikator paparan panas yang melekat pada setiap vial vaksin yang digunakan untuk memantau vaksin selama perjalanan maupun dalam penyimpanan. Semua vaksin program imunisasi kecuali BCG telah dilengkapi dengan VVM. Vaccine Vial Monitor (VVM) tidak mengukur potensi vaksin secara langsung, namun memberikan informasi tentang layak tidaknya pemakaian vaksin yang telah terkena paparan panas. Vaccine Vial Monitor (VVM) mempunyai karakteristik yang berbeda, spesifik untuk tiap jenis vaksin. Vaccine Vial Monitor (VVM) untuk vaksin polio tidak dapat digunakan untuk vaksin Hb, begitu juga sebaliknya. Sedangkan cara membaca VVM secara detail, menurut Getting started With Vaccine Vial Monitors (WHO, 2002) dapat dilihat pada tabel berikut :
Penting untuk diperhatikan, bahwa kualitas vaksin hanya dapat dipertahankan jika vaksin disimpan dan ditangani dengan tepat mulai dari pembuatan hingga penggunaan. Dan monitoring kualitas vaksin dapat dilakukan secara cepat dengan melihat indikator VVM dan freeze tag atau freeze watch. Selain itu, untuk menjaga rantai dingin vaksin tetap terjaga di perlukan termometer sebagai alat pemantau suhu pada lemari es (baik dipasang didalam maupun diluar lemari)
Refference, antara lain :
Jenis penyakit menular yang saat ini menjadi program imunisasi adalah TBC, difteri, pertusis, polio, campak, tetanus dan hepatitis B. Secara umum tujuan program imunisasi adalah menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian PD3I, sedangkan tujuan khususnya antara lain tercapainya Universal Child Immunization yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata di 100% desa/kelurahan pada tahun 2010, tercapainya eliminasi tetanus maternal dan neonatus (insiden bawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2008, Eradikasi polio pada tahun 2008, serta tercapainya reduksi campak pada tahun 2006.
Menurut Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi, Depkes RI, 2005, sebagai salah satu upaya preventif untuk mencegah penyakit melalui pemberian kekebalan tubuh, kegiatan imunisasi dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh dan sesuai standar sehingga mampu memberikan perlindungan kesehatan dan memutus mata rantai penularan.
Sebagai produk biologis, vaksin memiliki karakteristik tertentu dan memerlukan penanganan yang khusus sejak diproduksi di pabrik hingga dipakai di unit pelayanan. Vaksin, sebagai media utama kegiatan imunisasi, merupakan sediaan biologis yang rentan terhadap perubahan temperatur lingkungan, sehingga penyimpanan vaksin membutuhkan perhatian khusus. Pada setiap tahapan rantai dingin maka transportasi vaksin dilakukan pada temperature 0oC sampai 8°C. Vaksin polio boleh mencair dan membeku tanpa membahayakan potensi vaksin. Sedangkan vaksin DPT, DT, dT, hepatitis-B dan Hib akan rusak bila membeku pada temperature 0° (vaksin hepatitis-B akan membeku sekitar -0,5°C).
Mungkin masih banyak petugas kesehatan yang beranggapan asal didalam pendingin maka vaksin sudah aman. bahkan mungkin masih banyak yang terjebak pada pemahaman, misalnya makin dingin tempat penyimpanan vaksin makin baik bagi vaksin. Mungkin tulisan berikut dapat kembali mengingatkan kita, misalnya Semua vaksin akan rusak bila terpapar panas atau sinar matahari langsung. Beberapa vaksin tidak tahan terhadap pembekuan, bahkan dapat rusak secara permanen.
Terkait dengan prosedur penyimpanan, Vaksin yang disimpan dan diangkut secara tidak benar akan kehilangan potensinya. Instruksi pada lembar penyuluhan (brosur) informasi produk harus disertakan. Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, bahwa vaksin harus didinginkan pada temperature 2-8° C dan tidak membeku. Sejumlah vaksin (DPT, Hib, Hepatitis B dan Hepatitis A) akan tidak aktif bila beku.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan vaksin : 1) Lemari pendingin untuk penyimpanan vaksin yang aman. 2) Thermometer ruangan di bagian tengah lemari pendingin harus ada, temperature dicek, dan dicatat secara teratur setiap hari. 3) Lemari pendingin harus ditutup rapat, tidak boleh ada kebocoran pada sekat pintu. 4) Lemari pendingin tidak boleh dipakai untuk menyimpan makanan atau minuman. 5) Lemari pendingin boleh dibuka seminimal mungkin. 6) Letakkan vaksin di rak bagian atas atau tengah, jangan di rak bagian bawah atau di daun pintu karena perubahan temperature terlalu besar apabila pintu dibuka-tutup terlalu sering (>10°C). 7) Jangan memenuhi lemari pendingin dengan vaksin secara berlebihan karena akan mengganggu sirkulasi udara dingin dalam lemari pendingin.
Beberapa faktor, dapat menjadi penyebab timbulnya kerusakan vaksin, seperti penyimpanan pada suhu yang tidak sesuai, adanya perubahan fisik vaksin, serta pengaruh sinar matahari.
Faktor Suhu: Pada prinsipnya masing-masing vaksin mempunyai kepekaan yang berbeda terhadap suhu yang tidak tepat. Paparan suhu yang tidak tepat menyebabkan umur penggunaan vaksin berkurang. Sebagai contoh vaksin Hepatitis B-PID dan vaksin DPT-HB pada suhu 0,5o C, dapat bertahan selama maksimal 30 menit.
Perubahan Fisik: Pada beberapa vaksin apabila rusak akan terlihat perubahan fisik. Pada vaksin DPT misalnya akan terlihat gumpalan antigen yang tidak bisa larut lagi walaupun dikocok sekuat-kuatnya. Vaksin lain tidak akan berubah penampilan fisik walaupun potensinya sudah hilang / berkurang. Vaksin yang sudah dilarutkan lebih cepat rusak. Dengan demikian kita harus yakin betul bahwa cara penyimpanan yang kita lakukan sudah benar dan menjamin potensi vaksin tidak akan berubah.
Sinar matahari dan sinar ultraviolet.: Semua vaksin akan rusak jika terkena sinar matahari langsung serta sinar ultra violet. Vaksin yang tidak habis pada pelayanan statis, seperti di Puskesmas, rumah sakit, atau pada praktek swasta, dapat dipergunakan lagi pada pelayanan hari berikutnya, dengan beberapa syarat, antara lain vaksin belum kadaluarsa, vaksin disimpan dalam suhu 2 o C - 8o C, tidak pernah terendam air, sterilitasnya terjaga, serta VVM masih dalam kondisi A atau B.
Vaccine Vial Monitor (VVM) merupakan indikator paparan panas yang melekat pada setiap vial vaksin yang digunakan untuk memantau vaksin selama perjalanan maupun dalam penyimpanan. Semua vaksin program imunisasi kecuali BCG telah dilengkapi dengan VVM. Vaccine Vial Monitor (VVM) tidak mengukur potensi vaksin secara langsung, namun memberikan informasi tentang layak tidaknya pemakaian vaksin yang telah terkena paparan panas. Vaccine Vial Monitor (VVM) mempunyai karakteristik yang berbeda, spesifik untuk tiap jenis vaksin. Vaccine Vial Monitor (VVM) untuk vaksin polio tidak dapat digunakan untuk vaksin Hb, begitu juga sebaliknya. Sedangkan cara membaca VVM secara detail, menurut Getting started With Vaccine Vial Monitors (WHO, 2002) dapat dilihat pada tabel berikut :
Vaccine Vial Monitors (VVM) |
Penting untuk diperhatikan, bahwa kualitas vaksin hanya dapat dipertahankan jika vaksin disimpan dan ditangani dengan tepat mulai dari pembuatan hingga penggunaan. Dan monitoring kualitas vaksin dapat dilakukan secara cepat dengan melihat indikator VVM dan freeze tag atau freeze watch. Selain itu, untuk menjaga rantai dingin vaksin tetap terjaga di perlukan termometer sebagai alat pemantau suhu pada lemari es (baik dipasang didalam maupun diluar lemari)
Refference, antara lain :
- Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi, Depkes RI, 2005.
- Proverawati A., (2010)., Imunisasi dan Vaksinasi. Nuhamedika. Jakarta.
- World Health Organizations., (2002)., Ensuring Quality of Vaccines at Country. Departement of Immunization Vaccine and Biological., WHO., Geneva.
Artikel Terkait
This post was written by: Public Health Portal
Public Health Portal as a Public Health Forum. Follow its on Twitter