Saturday, June 23, 2012

Bahaya Pencemaran Detergen

Sifat Fisik dan Kimia dan Proses Degradasi Detergen (Surfaktan)

Limbah detergen yang mencemari badan air atau sumur gali umumnya berasal dari limbah rumah tangga dan berbagai kegiatan masyarakat yang menggunakan detergen secara besar-besaran, sehingga pencemaran air bersih oleh zat ini semakin hari semakin mengkawatirkan. Detergen atau surfaktan sintetis merupakan zat toksik, bersifat karsinogenik dapat menimbulkan kanker jika terakumulasi dalam jangka waktu lama di dalam tubuh.

Detergen umumnya tersusun atas lima jenis bahan, antara lain surfaktan yang merupakan senyawa Alkyl Bensen Sulfonat (ABS) yang berfungsi untuk mengangkat kotoran pakaian. Alkyl Bensen Sulfonat bersifat nonbiodegradable atau sulit terurai di alam. Bahan utama dari pembuatan deterjen adalah suatu senyawa surfaktan. Surfaktan atau surface active agent atau wetting agent merupakan bahan organik yang berperan sebagai bahan aktif pada detergen, sabun, dan shampoo. Surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan sehingga memungkinkan partikel-partikel yang menempel pada bahan-bahan yang dicuci terlepas dan mengapung atau terlarut dalam air (Effendi,H, 2003).

Deterjen juga mengandung bahan pengisi berupa senyawa fosfat, yang berfungsi mencegah menempelnya kembali kotoran pada bahan yang sedang dicuci. Senyawa fosfat digunakan hampir oleh segala merk detergen. Senyawa ini memberikan peran besar pada proses terjadinya eutrofikasi sehingga menyebabkan Booming Alge (meledaknya populasi tanaman air).

Selanjutnya pemutih dan pewangi sebagai bahan pembantu yang digunakan pada detergen umumnya umumnya bersal dari natrium karbonat, menurut hasil beberapa penelitin dapat menyebabkan kanker pada manusia. Sedangkan bahan pewangi dan bahan penimbul busa pada dasarnya tidak diperlukan dalam proses pencucian, dan tidak berhubungan antara daya bersih dengan keberadaan busa yang melimpah. Sedangkan Fluorescent, berguna untuk membuat pakaian lebih cemerlang.

Menurut Dean dan Bradley (1984), surfaktan memiliki berbagai ragam struktur kimia yang berbeda, sehingga dikelompokan menjadi empat kelompok utama yaitu: surfaktan anionik, surfaktan kationik, surfaktan nonionik dan surfaktan amphoteric (zwitterionic). Perbedaan ini didasarkan pada sifat penggugusan polar yang memberikan sifat khas pada surfaktan. Dari gugus – gugus ini, yang kationik memiliki kemampuan yang relatif terbatas. Beberapa jenis surfaktan ditunjukan dalam berikut :

Selain digunakan sebagai sabun, surfaktan juga digunakan dalam industri tekstil dan pertambangan, baik sebagai lubrikan, emulsi, maupun flokulan. Komposisi surfaktan dalam detergen berkisar antara 10%-30%, disamping polifosfat dan pemutih. Kadar surfaktan 1 mg/liter dapat mengakibatkan terbentuknya busa perairan (Effendi, 2003).

Sifat Fisika dan kimiawi surfaktan


Sifat surfaktan bergantung pada suatu molekul yang memiliki sifat lipofilik dan hidrofilik. Pada batas antar fase (misalnya, lemak dan air atau udara dan air), molekul surfaktan bergabung menyebabkan turunnya tegangan permukaan. Pada batas antar fase ini, keberadaan busa menyebabkan terbentuknya perluasan daerah antar fase dan dengan demikian akumulasi surfaktan dalam air busa dan akibatnya, terjadi penurunan kepekatan surfaktan dalam massa air. Pengaruh ini dapat menyebabkan perbedaan dalam kepekatan dalam tingkatan beberapa ribu kali (Connell, 1995).

Surfaktan ABS ( alkyl benzene sulphonate) digunakan dalam bentuk garam natrium, zat ini terdapat dalam air alamiah sebagai garam kalsium. Garam ini memiliki kelarutan dalam air yang rendah dan terdapat sebagai suatu suspensi yang tidak stabil. Pertama kali menempel pada batas antar fase seperti udara-air, lemak-air dan sediment dasar air, tetapi secara nyata memasuki sediment dasar sebagai deposit. Ini menyebabkan kepekatan yang tinggi dalam sediment pada daerah yang menerima limbah air yang mengandung surfaktan (Connell, 1995 .

Surfaktan dapat mengubah sifat aliran hidrolik media porous seperti tanah. Pembentukan misel garam kalsium surfaktan ABS dalam sistem alamiah memungkinkan surfaktan menjadi lebih mudah diendapkan dari pada garam natrium. Pengendapan surfaktan ini menyebabkan pembentukan suatu sel garam kalsium yang dapat menghalangi aliran air melalui sistem porous (Connell, 1995).

Penguraian Detergen

Proses yang paling penting dalam sistem alamiah adalah degradasi mikrobial. Tanah dan jasad renik memiliki kemampuan untuk melakukan degradasi pada surfaktan (Connell, 1995).

Secara kimia proses degradasi detergen dapat dijelaskan sebagai berikut. Bahwa surfaktan ABS menahan gugus alkil yang diturunkan dari minyak bumi. Dengan surfaktan anionik, gugus alkil biasanya mengandung 9-15 atom karbon. Gugus alkil mengandung banyak struktur yang berbeda dan terdapat pengaruh mengenai jenis struktur ini terhadap biodegradasi. Hadirnya sebuah atom karbon kuartener dalam rantai alkil dapat menghambat proses degradasi karena sebuah atom hidrogen tidak tersedia bagi oksidasi β. Umumnya percabangan rantai alkil menambah ketahanan terhadap degradasi. Sebaliknya gugus alkil berantai lurus relatif dapat didegradasi. Sifat ini telah dimanfaatkan dalam pembuatan surfaktan komersial. Surfaktan ABS dengan gugus alkil yang mengandung campuran rantai-rantai bercabang adalah cukup sulit untuk didegradasi. Sehingga dibuat surfaktan ABS yang mengandung gugus alkil linier, yang mudah didegradasi.

Artikel Terkait